Drama sedang mencari jalan ceritanya dalam Pilkada 2018 ditambah dengan para jenderal aktif TNI AD dan Polri di Pilkada Setentak yang akan digelar 27 Juni 2018.
Kompasiana terhadap calon presiden gubernur Jawa Timur, Abdullah Azwar Anas mundur dan menyerahkan mandat ke partai pengusungnya PDI-P dan PKB.
Sontak, informasi ini menjadi kabar yang paling menarik di pangkal tahap Pilkada terakhir, sebelum Pemilu Raya 2019.
Manuver Jelang Pendaftaran
PDI-P tetap mempertahankan posisi Azwar Anas sebagai calon wakil gubernur yang diusungnya. Isu ini mulai berhembus di awal pekan lalu. Namun, foto-foto pendukung muncul dan kemudian virus, hari Kamis (4/1).
Kala itu, isu mundur makin menguat, hingga sehari setelahnya, Sekretaris Jenderal PDI-P Hasto Kristiyanto, mengumumkan PDI-P tetap mengusung Azwar Anas sebagai Bakal Cawagub Jawa Timur.
Namun di Minggu (7/1) pagi, Anas buat kembali surat ajar dan ganti mandat untuk dua partai pengusungnya.
Jenderal Aktif di Pilkada
Pilkada 2018 ini memang berbeda. Belum pencalonan, sudah ada 5 normal aktif yang menjadi nonaktif.
Mereka naik dini, walaupun kariernya masih mulus, dan memiliki waktu dua tahun.
Ada pula pemegang komando tertinggi pasukan elit Polri, yang juga memiliki kecemerlangan karir yang sama.
Belum pernah terjadi sebelumnya. Proses belum dimulai, tapi fenomena sudah terasa.
Sebelumnya banyak yang ram, Pilkada 2018 ini, tidak akan lebih "seru", Pilkada 2017, dimana DKI Jakarta menjadi titik tengah "gempa" dan gonjang-ganjing politik.
Tapi ini, ternyata salah. Belum dimulai, guncangan sudah terjadi. Apa yang menjadi penyebab sebenarnya?
Bukan Sekadar Angka
Selama ini, seolah hanya angka yang biasa. Cerita Pilkada 2018 yang hari puncaknya alias hari pemungutan suara jatuh pada Rabu, 27 Juni 2018, diikuti oleh 171 Daerah di Indonesia.
Dari angka diatas, 17 Provinsi, 39 Kota, dan 115 Kabupaten.
Bukan hanya menjadi Pilkada yang lebih besar jumlah daerahnya saja Pilkada 2017, bukan pula karena paling banyaknya provinsi sepanjang sejarah pilkada serentak digelar, namun banyak yang tidak ada, yaitu Pilkada 2018 ini, adalah Pilkada dengan daerah strategis selama Pilkada Serentak.
Tidak hanya itu, daerah strategis ini, berpadu dengan waktu, yang hanya berselang kurang dari pelaksanaan pemungutan suara Pemilu 2019, pada 17 April 2019.
Daerah Strategis
Sebut saja, Provinsi terpadat di Pulau Sumatera; Sumatera Utara di bagian Barat, sebagian besar Provinsi di Pulau Jawa, yang memiliki jumlah anggota dan signifikan dari keseluruhan penduduk Indonesia; Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.
Sementara di timur, ada provinsi terkaya di Kalimantan; Kalimantan Timur, dan Provinsi strategis di Indonesia Timur; Maluku, dan Provinsi yang pada setiap pemilu pasti menjadi rebutan suara pilihan; Papua.
Semua daerah yang saya sebutkan di atas, adalah provinsi strategis yang jika dimenangkan oleh kandidat partai politik tertentu, maka akan jauh lebih mudah untuk memperoleh suara pada Pemilu 2019. Alhasil, suara Pemilu 2019, selangkah di depan untuk diperoleh, dan itu lebih dekat dari kemenangan
Karena jelang Pemilu 2019 pula, kemenangan menjadi satu-satunya tujuan, pada Pilkada kali ini. Oleh lelang perhitungan-perhitungan tajam, menjadi tumpuannya. Sekecil apapun risikonya, dulu yang memengaruhi suara.
Oleh amenity, mundur menjadi pilihan bagi calon yang mungkin sedang menuju proses.
Jenderal TNI AD dan Polri
Sementara, di sisi lain, tidak hanya untuk putra daerah, tapi juga sedalam apa, jaringan yang telah dibangun oleh para kandidat.
Oleh meresahkan, para Jenderal "teritorial" TNI dan Polri yang ikut bergabung, dari kesatuan di TNI Angkatan Darat dan Polisi-yang selain sebagiannya adalah putra daerah-sebagian yang juga pernah lama di daerah itu.
Seolah tidak ada pilihan, untuk para peserta Pilkada maupun Partai Politik pengusungnya, selain menang. Tinggal bagaimana "pertarungan" akan terjadi di depan. Keadaban layak jadi tumpuan!
Saya Aiman Witjaksono ...
Salam.
Sumber Kompas.com.
Berita ini telah ditayang di Kompas.com dengan Judul: Drama dan Jenderal Aktif TNI AD dan Polri di Pilkada 2018