ATIMNEWS.COM - Bulan Mei adalah bulan yang penuh dengan pengerakan mulai dari 1 Mei yang diperingati sebagai hari buruh Internasional ( May Day) kemudian Hari pendidikan Nasional (Hardiknas) pada tanggal 2 Mei merupakan hari-hari yang nyaris tidak pernah sepi untuk diperingati ada banyak sekali memori dibulan mei bagi mahasiswa seperti hari 12 Mei 1998, yang merupakan memori kelam dimana terjadi saat itu tentu tidak bisa dilupakan oleh sebagian orang, terutama mereka yang terlibat dan menjadi saksi hidup peristiwa yang penuh luka dan darah itu. Harapan perubahan akan adanya perbaikan kondisi kesejahteraan rakyat Indonesia setelah pemilu yang diselenggarakan pada tanggal 29 Mei 1997, tak segera memenuhi janjinya. Kala itu partai penguasa yaitu Golkar menang mutlak dengan perolehan suara 74,51% disusul oleh Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dengan 22,43% dan Partai Demokrasi Indonesia (PDI) dengan 3,06&. Hasil ini tentu kembali mengantarkan presiden Soeharto untuk memegang tampuk kepemimpinan setelah 32 tahun memimpin Indonesia melalui sidang umum MPR.
Rakyat tentu mulai jengah melihat kondisi ini, kekuasaan yang korup, kolusi dan nepotisme membuat pemerintahan elitis yang artinya segala urusan pemerintahan adalah urusan para pemangku jabatan dan kebijakan. Rakyat dibungkam dalam hal menyampaikan berpendapat dan berekspresi, partisipasi aktif dari rakyat dianggap sebagai bentuk makar.
Kondisi seperti itu tentu membuat kekuasaan semakin otoriter dan represif, ditambah timbulnya gejolak di bidang sosial, ekonomi dan politik di tengah masyarakat membuat suara rakyat yang menuntut untuk melakukan reformasi semakin gencar. Krisis ekonomi yang terjadi saat itu membuat perekonomian kita loyo, nilai tukar rupiah terhadap dolar sangat melemah dan banyak perusahaan gulung tikar yang berakibat karyawanya terkena PHK.
Konflik sosial horizontal antar masyarakat membuat gejolak kekacauan di dalam masyarakat semakin luas. Menurunya kepercayaan rakyat Indonesia terhadap pemerintahan membuat seluruh element masyarakat bersatu, buruh dan mahasiswa di berbagai daerah turun ke jalan bergandengan tangan bersatu dalam sebuah barisan perubahan. Mereka bersuara dan menuntut agar Soeharo segera turun dari jabatan sebagai presiden.
Melihat fluktuasi kondisi sosial,ekonomi dan politik yang terjadi pada medio 1998, mahasiswa berinisiatif untuk melakukan upaya perlawanan terhadap pemerintah untuk menstabilkan kondisi yang terjadi saat itu dengan melakukan aksi demontrasi. Aksi-aksi mahasiswa sudah dilakukan di berbagai daerah dengan jumlah yang cukup banyak untuk mengawali perlawanan,akan tetapi pada tanggal 12 Mei 1998 terjadi tragedi berdarah yang menjadi tonggak berdirinya reformasi.
Sejarah kelam itu terjadi ketika 6000 civitas akademika universitas Trisakti yang terdiri dari dosen,staff karyawan dan mahasiswa turun ke jalan melaksanakan aksi demonstrasi besar untuk menyuarakan tuntutan agar segera dilaksanakan reformasi.
Aksi diawali dengan melaksanakan orasi-orasi dan menurunkan bendera setengah tiang di wilayah kampus trisakti kemudian dilanjutkan dengan long march menuju gedung DPR/MPR RI. Setelah berjalan beberapa langkah namun belum jauh dari kampus, aksi long march dihadang oleh pihak kepolisian. Mendapat perlawanan dari pihak aparat, para aksi massa tentu tidak tinggal diam, mereka memblokir jalan S.Parman sebagai bentuk protes. Bantuan dari berbagai satuan militer untuk menghadang aksi massa semakin massif, para aparat menekan massa aksi untuk kembali ke kampus dan membukarkan diri. Mendapat perlawanan yang tidak sepadan, karena massa aksi tidak membawa senjata apapun tetapi pihak aparat menggunakan pistol, perisai, gas air mata dan water cannon membuat barisan massa aksi kalang kabut dan tercerai berai. Perlawanan semakin brutal di sore hari karena pihak aparat menembakan peluru ke barisan massa aksi dan membuat 4 mahasiswa triskti gugur.
Gerakan aksi mahasiswa semakin gencar di berbagai daerah, namun tetap Jakarta sebagai jantung pemerintahan mendapat perlawanan yang sengit oleh para mahasiswa. Perjuangan para mahasiswa untuk menuntut reformasi tak bisa diredam, semakin hari jumlah massa aksi semakin banyak puncaknya pada tanggal 21 Mei 1998 menduduki gedung DPR/MPR RI dan memaksa Soeharto mundur dari jabatan presiden.
Kita sebagai mahasiswa yang hidup di era reformasi tentunya harus meneruskan perjuangan pendahulu kita untuk terus mengisi cita-cita kemerdekaan dengan berbagai tindakan yang produktif bagi bangsa ini.
Salam takdzimku untuk mu para Pejuang.
Oleh: Musliadi Salidan
Penulis adalah mahasiswa Agroekoteknologi Universitas Malikussaleh, aktif diberbagai organisasi selama kuliah, saat ini menjabat sebagai Kabib LH -Hukum & HAM, HMI Cabang Lhokseumawe Aceh Utara.