AtimNews.com, ACEH TIMUR – Di sebuah rumah sederhana di Gampong Beusa, Kecamatan Peureulak Barat, Aceh Timur, Zainabon telah mengabdikan hampir tiga dekade hidupnya pada satu hal tape ubi.
Selama 28 tahun, wanita paruh baya ini tak pernah lelah memproduksi makanan fermentasi khas tersebut, yang kini menjadi sumber penghidupan bagi dirinya dan banyak pengecer di Aceh Timur.
Setiap hari, dari dapur kecilnya, Zainabon menghasilkan sekitar 1.000 bungkus tape ubi. Produk buatannya kemudian dijemput oleh para agen untuk disebarkan ke berbagai warung di daerah tersebut. Namun, perjalanan panjangnya dalam dunia usaha ini tak selalu mulus.
Awalnya, Zainabon mengandalkan hasil panen ubi dari kebunnya sendiri. Namun, perubahan cuaca ekstrem dan banjir dalam beberapa tahun terakhir memaksanya beradaptasi. Kini, ia harus membeli ubi dari petani lain untuk tetap menjalankan produksi.
"Dulu lebih menguntungkan karena ubi dari kebun sendiri. Tapi sekarang, karena sering hujan dan banjir, banyak ubi yang busuk, jadi terpaksa beli untuk produksi," ujarnya.
Meski menghadapi tantangan, Zainabon tetap mampu bertahan. Dengan harga jual Rp800 per bungkus kepada agen, ia masih bisa mengantongi pendapatan harian sekitar Rp700.000 hingga Rp800.000.
"Proses Tradisional yang Tetap Dipertahankan*
Tape ubi buatan Zainabon tetap diproduksi secara tradisional, mempertahankan cita rasa khas yang sudah dikenal banyak pelanggan. Prosesnya dimulai dengan mengupas ubi, memotongnya menjadi bagian kecil, lalu mencucinya hingga bersih. Setelah itu, ubi dibungkus dengan daun pisang, diberi ragi, lalu dikukus.
"Biasanya butuh dua hari untuk jadi tape ubi. Setelah dikukus dan diberi ragi, kita diamkan dulu supaya rasanya pas," jelasnya.
Tahun ini, Zainabon harus mengurangi produksi akibat menurunnya daya beli masyarakat. Jika biasanya ia membuat 1.000 bungkus per hari, kini jumlahnya turun menjadi sekitar 800 bungkus.
"Permintaan berkurang karena ekonomi masyarakat yang kurang stabil. Jadi kita sesuaikan juga produksi," katanya.
Meski begitu, semangatnya tetap menyala. Dengan ketekunan dan keahlian yang telah diasah selama puluhan tahun, Zainabon terus berusaha menjaga kelangsungan usahanya, memastikan tape ubi tetap hadir di meja-meja warga Aceh Timur.